Mobirise Website Builder

Media Asing Fokus pada Ketertarikan Wisata Gunung-Gunung Api Indonesia yang Mematikan

Lelly - 01 Jul 2024

Gunung Bromo dan Merapi menarik perhatian dunia ketika meletus. Meskipun dapat menyebabkan bahaya, daya tarik gunung-gunung vulkanik ini terus meningkat bagi para wisatawan. Mengutip artikel dari media Australia ABC, sebagaimana dilansir detik.com, pada Kamis (18/1/2024), mencerminkan minat internasional terhadap fenomena gunung-gunung di Indonesia.


Artikel tersebut dimulai dengan wawancara bersama Junaedi, seorang pemandu wisata Gunung Bromo. Menurut Junaedi, wisatawan seringkali terganggu oleh bau belerang yang mirip dengan bau telur busuk yang keluar dari kawah, menyebabkan beberapa dari mereka mengalami batuk bahkan muntah. Meskipun demikian, Junaedi memandang hal tersebut sebagai harga yang harus dibayar untuk menikmati keindahan alam yang unik ini. "Setiap kali saya berdiri di sini, rasanya seperti mengingatkan kita betapa kecilnya kita. Rasanya luar biasa," kata Junaedi.


Junaedi mencari penghidupan dengan membimbing wisatawan ke Gunung Bromo, salah satu gunung berapi aktif paling terkenal di Indonesia. Menurutnya, gunung setinggi 2.329 meter tersebut mudah dijangkau dan aman untuk dikunjungi. ABC kemudian melaporkan bahwa pada tahun 2019, Indonesia mendeklarasikan zona eksklusi sejauh satu kilometer dari kawah Gunung Bromo. Namun, dalam perkembangannya, pihak terkait berusaha memastikan keberlanjutan kunjungan ke puncak gunung tersebut.


Salah satu bencana yang mencoreng citra pariwisata gunung berapi adalah tragedi Gunung Marapi di Sumatera pada 3 Desember 2023. Menurut laporan ABC, 75 pendaki memutuskan untuk mendaki Gunung Marapi, menyebabkan 24 kematian, sementara dua orang berhasil selamat setelah berhasil melarikan diri.


Meskipun menghadapi tragedi mematikan, para selamat dari kejadian tersebut mengungkapkan bahwa mereka tidak merasa trauma dan masih bersedia mendaki gunung jika ada kesempatan lain. "Dalam konteks Indonesia, menurut pemahaman saya, mereka memiliki sistem pemantauan yang baik, kemampuan yang handal, dan jaringan pemantauan yang solid," ujar Dr. Casas Ramos, seorang ahli geokimia.


Dr. Ramos mengungkapkan keprihatinannya terhadap tragedi Gunung Marapi. Meskipun  otoritas telah melarang pendakian dalam jarak 3 km dari kawah karena aktivitas gunung berapi yang sedang berlangsung, beberapa pendaki tetap melakukan pendakian secara rutin. "Masyarakat terlalu terbiasa dengan aktivitas vulkanik, sehingga mereka mengabaikan risikonya, atau ada bencana di mana gunung berapi tidak meletus selama ratusan tahun. Jadi mungkin orang mempunyai gagasan tentang risiko seperti itu," kata dia.


Ramos berpendapat bahwa yang terjadi di Gunung Marapi merupakan salah satu dari dua hal yang disampaikannya. "Masyarakat sudah kehilangan gagasan tentang risiko," kata dia. Setelah mempelajari gunung berapi dari dekat di seluruh dunia, Ramos sangat menyadari mengapa pendaki terus mengambil risiko. "Begitu sampai di puncak, perasaan yang didapat membuat mereka kagum. Anda dapat memahami bahwa bumi ini hidup, Anda memahami betapa kecilnya manusia jika dibandingkan dengan kekuatan bumi," katanya.


Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Junaedi, tragedi Marapi tidak membuat orang enggan mendaki gunung berapi lainnya. "Tidak menurun sama sekali, justru wisatawan yang datang semakin banyak," kata Junaedi. "Sebagai pemandu, tanggung jawab kami adalah memastikan mereka kembali ke rumah dengan selamat," dia menegaskan.

Terkait

Baca berita terbaru tentang Category

© Copyright 2024 Info Solo - All Rights Reserved